Minggu, 13 Mei 2012

askep cedera kepala


Pengkajian :
1.      Anamnesa :
A.    Indentitas :
1.      Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,bahasa yang digunakan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
2.      Identitas Penanggung  (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, alamat, dan hubungan dengan pasien).
B.     Keluhan Utama :
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak dari trauma kepala di sertai penurunan tingkat kesadaran.
C.    Riwayat Penyakit Sekarang :
Adanya riwayat trauma yang mengenai kapala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang di dapat  biasanya meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), konvulsif, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran pernafasan, adanya likuor dari hidung dan telinga, serta kejang. Adanya penurunan atau perubahan di dalam intrakranal. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergik, tidak responsive dan koma.
Perlu di tanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alcohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut-ngebutan.
D.    Riwayat penyakit Dahulu :
Pengkajian yang perlu di tanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan konsumsi alcohol berlebihan.



E.     Riwayat Penyakit Keluarga :
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus.
Pemeriksaan Fisik  :
·        Keadaan Umum : Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
·        TTV :
TD : < 120/80 MmHg
N   : < 60x / menit
RR : > 24x / menit
T   :
·         B1 ( Breathing)
Perubahan pada system pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik system ini akan mendapatkan hasil seperti di bawah ini :
1.      Inspeksi :
Inspeksi di dapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,    penggunaan otot bantu pernapasan.Ekspansi dada: di nilai penuh/tidak penuh dan kesmetrisannya.Pada observasi ekspansi dada juga perlu di nilai: retraksi dari otot-otot intrakostal, substernal, pernafasan abdomen dan respirasi paradox (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas dapat terjadi jika otot-otot interkostal mampu menggerakkan dinding dada.
2.       Palpasi :
Pada palpasi, fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan jika melibatkan trauma pada rongga torak.
3.      Perkusi :
Pada perkusi, adanya suatu redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada torak/hematoraks.
4.      Auskultasi :
Pada auskultasi, bunyi napas tambahan seperti nafas bunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret, dan kemampuan batuk yang menurun yang sering di dapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
5.      Pada klien dengan cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi pusat pernafasan, klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien di rawat di ruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil. Pengkajian klien cedera kepala berat dengan pemasangan ventilator secara komperhensi merupakan jalur keperawatan kritis.
·        B2 (Blood) :
a. Syok Hipovolemik (sering pada  cedera kepala sedang dan berat ).
b. Tekanan darah normal /berubah.
c.  Nadi bradikardi  Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan hemeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak.
d.  Kulit kelihatan pucat menunjukan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah.
e.. Hipotensi mendadak adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari syok.
f. Pada beberapa keadaan lain akibat trauma kapala akan merangsang pelepasan antideuretik hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit sehingga memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.
·         B3 (Brain) :
Cedera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama akibat pengaruh peningkatan tekanan intarakranial yang disebabkan adanya perdarahan baik bersifat hematom intraserebri, subdural, dan epidural. Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
1.   Pengkajian Tingkat kesadaran
Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah paling sensitive untuk disfungsi system persarafan.Beberapa system di gunakan untuk membuat peringkat dalam perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.
2.    Pengkajian fungsi serebral :
a . Status mental :
Observasi penampilan, tingkah laku klien, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi intelektual :
Pada beberapa keadaan klien cedera kepala di dapatkan penurunan dalam memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Lobus frontal :
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis di dapatkan jika trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan fungsi intelektual kortikal  yang lebih tinggi. Disfungsi ini dapat di tujukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerja sama.
d. Hemisfer
Cedera kepala hemisfer kanan di dapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentaan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkianan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Cedera kepala yang hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disphagia global, afasia dan mudah frustasi.
e. Pengkajian saraf cranial :
    1.  Saraf I
Pada beberapa keadaan cedera kepala di area yang merusak anatomis dan fisiologis saraf klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/ anosmia unilateral atau bilateral.
      2. Saraf II
Hematoma palpebera pada klien cedera kepala akan menurunkan lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus. Perdarahan di ruang intracranial, terutama hemoragia subaraknoid, dapat di sertai dengan perdarahan di retina. Anomial pembuluh darah di dalam otak dapat bermanifestasi juga di fundus. Akan tetapi dari segala macam kelainan di dalam ruang intracranial, tekanan intracranial dapat di cerminkan pada fundus.
       3.Saraf III, IV, dan VI
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan trauma yang merusak rongga orbita. Pada kasus-kasus trauma kepala dapat di jumpai anisokoria. Gejala ini harus di anggap sebagai tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda dini herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria, bukan midriasis, melainkan miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, mak pupil yang miotik adalah abnormal. Miosis ini di sebabkan oleh lesi di lobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat pusat siliospinal menjadi tidak aktif, sehingga pupil tidak berdilatasi mealinkan berkonstriksi.
       4.Saraf V
Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis saraf trigenimus, di dapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
       5.Saraf VII
Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
       6.Saraf VIII
Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan biasanya tidak di dapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf vestibulekoklearis.
       7.Saraf IX dan X
 Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
       8.Saraf XI
Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik serta tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
       9.Saraf XII
Indra pengecapan mengalami perubahan.
f.  Pengkajian system motorik
Pada inspeksi umum, di dapatkan hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda lain.
a.    Tonus otot
       Di dapatkan menurun sampai hilang
b.    Kekuatan otot
       Pada penilaian menggunakan tingkat kekuatan otot di dapatkan  tingkat 0.
c.    Keseimbangan dan koordinasi
            Di dapatkan mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
g.  Pengkajian refleks
Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Pemeriksaan patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang limpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali di dahului dengan refleks patologis.
h.  Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terjadi ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara  mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial(mendapatkan hubungan dua atau lebih  objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi( kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan pada tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.
·         B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya perfusi pada ginjal. Setealh cedera kepala, klien mungkin mengalami inkontenensia urine karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena kerusakan kotrol motorik dan postural. Kadang-kadang control sfinter urinarius eksternal hialang atau berkurang. Selama periode ini, di lakukan kateterisasi intermiten dengan prinsip steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan neurologis yang luas.
·         B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah di hubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukan kerusakan neuorologis luas.
Pemerikasaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama kurang lebih 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelan udara yang berasal dari sekitar slang endotrakeal dan nasotrakeal.
·         B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstermitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas, telinga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit dapat dapat menunjukan adanya demam dan infeksi. Integritas kulit meniali adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Pola Fungsional Gordon :
a.       Aktivitas /istirahat
Adanya kelemahan /kelelahan,kaku,hilang kesem,kesadaran menurun,kelemahan otot,/spasma.
b.      Sirkulasi :
Tekanan darah normal/ bisa berubah,denyut nadi bradikardy,disritmia.
c.       Eliminasi
Tidak dapat menahan BAK dan BAB.bladder dan bowel incontinencia.
d.      Makanan dan cairan
Terdapat Mual muntah, muntah yang memancar  masalah kesukaran menelan.
e.       Persyaraan/ neurosensori
Pusing, kehilangan kesadran sementara,amnesia seputar kejadian. Perubahan pada penglihatan, gangguan pengecapan dan juga penciuman , kesadaran menurun bisa sampai coma, dan perubahan status mental.
f.       Kenyaman/ nyeri
Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasinya, agak lama,wjah merengut, respon menarik diri pada rangsangan nyeri yang gelisah.
g.      Pernafasan
Adnya perubahan pola nafas.
h.      Keamanan
Ada riwayat kecelakaan, terdapat trauma, perubahan penglihatan, kulit, ketidaktahuan tentang keadannya, kelemahan otot-otot,paradise,demam.
i.        Konsep diri
Adanya perubahan tingkah laku, kecemasan, berdebar, bingung.

j.        Interaksi sosial
Afasia motorik/senorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

Diagnosa Keperawatan :
1.      Nyeri b.d cidera Kepala
2.      Resiko tidak efektifnya jalan nafas b.d gagal nafas,adanya sekresi ,gangguan fungsi pergerakan,dan meningkatnya tekanan intra kranial
3.      Kekurangan volume cairan b.d mual dan muntah
4.      Perubahan ferfusi jaringan serebral b.d edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar